Menyaksikan Perpaduan Kekerasan dan Kelucuan Bekerja dari Martin McDonagh
Kategori : Review Film
Penulis : Ilham Mustamin
Editor : Muliadi G.F
“Kenapa kau tak jalan kaki saja, Angela?”
Angela mengeluh dan sembari meninggalkan ruang dapur pagi itu, ia berkata, “Baiklah. Aku akan jalan kaki. Dan kuharap aku akan diperkosa di jalan!”
“Ibu harap juga begitu!”
Itu adalah kenangan terakhir Mildred Hayes bersama putrinya. Putrinya ingin meminjam mobil, tetapi Midred tak mengizinkannya. Buah dari tindakan dan sikap tegasnya itu harus ia bayar dengan kehilangan dan duka kemudian. Angela benaran diperkosa, tetapi tidak hanya sampai di situ. Ia tewas, dan tubuhnya ditemukan telah menggosong.
Tujuh bulan setelah peristiwa itu, ketika Mildred sedang berkendara di suatu jalan tempat anaknya ditemukan, ia melihat tiga papan iklan setinggi enam meter yang terbengkalai. Jalan itu sepi sejak dibangunnya jalan besar di Ebbing, Missouri. Jalan yang mungkin hanya dilalui oleh orang tersesat atau idiot. Didorong oleh kemarahan, keputusasaan, dan depresi yang ia derita, Mildred kepikiran memasang iklan untuk mengkritik kinerja pihak kepolisian yang ia pikir telah mengabaikan kasus anaknya.
Ia lalu mendatangi Red Welby si pengurus papan iklan, melakukan negosiasi, dan menyerahkan uang sebesar lima ribu dollar kepada si pengurus sebagai uang sewa bulan pertama selama setahun.
Sehari setelah perayaan malam Paskah, pada tiga papan iklan itu telah tertulis tiga pesan dengan latar belakang merah dan huruf tercetak berwarna hitam: “DIPERKOSA SAAT SEKARAT”, “PELAKU MASIH BELUM DITANGKAP?”, “KENAPA BISA BEGITU, KAPOL WILLOUGHBY?”.
Kapol Willoughby berbadan tinggi, besar, dan kekar seperti gorilla. Ia memiliki istri yang memikat dan dua anak perempuan dan ia menderita kanker pankreas. Di Kota Ebbing, Bill Willoughby seorang polisi berprestasi dan karena itu ia dihormati oleh warga dan para rekan kerjanya. Salah seorang bawahannya, Dixon, polisi homofobik, rasis, pemarah, dan ringan tangan dalam menyelesaikan masalah, segera menelepon Willoughby ketika ia melihat papan iklan itu.
Keesokan harinya, Kapol Willoughby dan anak buahnya mendatangi kantor perusahaan iklan. Mereka hendak mencari tahu mengenai orang yang memasang iklan dan mencoba mengusahakan agar iklan tersebut diturunkan. Namun, Red Welby kukuh pada pendiriannya. Ia juga tidak memberikan informasi apa pun mengenai identitas si pelanggan. Meski begitu, Kapol Willoughby sudah bisa menebak siapa yang memesan iklan. Karena upaya membujuk Red untuk menurunkan papan iklan itu gagal, Dixon mencoba dengan jalan yang biasa ditempuhnya.
“Willoughby orang baik,” kata Dixon kepada Red. “Seharusnya ini tak menjadi hal yang harus membebani pikirannya, pada beberapa bulan terakhir yang dimilikinya.”
Kehadiran pesan dalam ketiga papan iklan itu memicu konfrontasi tidak hanya antara Mildred dan pihak kepolisian, tetapi juga antara Mildred dan sejumlah pihak lain seperti pendeta, para jemaat gereja, dan seorang dokter gigi. Menyadari posisinya yang terjepit dalam lapisan masyarakat, Mildred tak menyurutkan langkah sedikit pun untuk mencari keadilan atas kematian anaknya.
*
Suatu malam setelah Willoughby bercinta dengan istrinya di sore hari di tepi sungai, ia menulis tiga buah surat yang masing-masing ditujukan untuk istrinya, Mildred Hayes, dan Dixon. Setelah itu ia memutuskan mengakhiri hidupnya dengan melepaskan tembakan ke kepala. Bunuh diri Kapol Willoughby memunculkan spekulasi yang kian menyudutkan Mildred.
Mendapat kabar kematian atasannya, Dixon melampiaskan dukanya dengan menghajar Red Welby habis-habisan. Ia menghantamkan gagang pistolnya ke wajah Red dan melemparkan lelaki itu ke luar jendela dari lantai dua kantor perusahaan iklan tersebut. Buntut dari tindakannya, Dixon dipecat.
Adapun bagi Mildred, kematian Willoughby malam itu membuat hari-harinya kemudian menjadi lebih mencekam. Ia didatangi oleh seseorang yang kemudian mengancamnya, ia mendapat berita mengenai perilaku kekerasan yang dilakukan Dixon kepada Red, dan ketika petang hari ia menemukan tiga papan iklannya terbakar. Situasi itu membuatnya benar-benar muak.
“Akan kusalib para bajingan itu,” katanya.
Keesokan malam, dari dalam gedung kantor perusahaan iklan, Mildred melemparkan empat buah bom molotov ke arah kantor polisi. Tiga bom meledak di area depan dan satu bom lagi meledak di dalam kantor. Ia tidak menyadari kalau Dixon berada di dalam kantor polisi yang masuk secara menyelinap dan sedang membaca surat yang dititip oleh istri Willoughby.
Dixon terhempas dan baru menyadari kalau ia telah dikepung oleh api. Ia mengingat pesan Willoughby dalam surat. “Tenang, tenang,” katanya kepada diri sendiri. Dixon menyelipkan bundel berkas kasus Angela Hayes ke dalam bajunya, lalu menerobos api dengan melompat ke luar jendela. Di seberang kantor polisi yang terbakar, Mildred terperangah.
Dixon selamat, tetapi mendapat luka bakar di sekujur tubuh. Wajah, tangan, dan kakinya nyaris sepenuhnya terbalut perban. Ia lalu ditempatkan dalam kamar perawatan yang sama dengan Red Welby, orang yang ia lemparkan ke luar jendela.
“Kau terbakar cukup parah,” kata Red Welby. “Kau akan baik-baik saja. Kau mau jus jeruk?”
“Maafkan aku, Welby.”
“Kau mengenalku?”
Kepiawaian Sutradara Martin McDonagh menempatkan adegan ini dalam filmnya benar-benar menggelikan hati. Film Three Billboards outside Ebbing, Missouri, merupakan sajian drama yang menyenangkan. Kekerasan yang dihadirkannya, baik secara fisik maupun verbal, memang terkadang terkesan brutal, tetapi hal itu lalu disambut dengan reaksi atau dialog atau adegan yang cukup merangsang kejenakaan. Unsur komedi lainnya juga ditopang oleh kehadiran karakter sekunder: Penelope, gadis lugu berusia 19 tahun yang diperankan oleh Samara Weaving; dan James, seorang lelaki cebol yang diperankan oleh Peter Dinklage.
Bagi saya, film ini juga menghadirkan sensivitas emosional yang kuat. Ibarat sebuah bandul, Three Billboards outside Ebbing, Missouri, mengayunkan kita dari berempati kepada kenestapaan dan rasa bersalah di satu sisi; berempati kepada kemarahan, tanggung jawab, dan menuntut keadilan pada sisi yang lain. Saya pikir, yang menjadi angin dari arah gerak bandul ini adalah Kapol Willoughby. Tanggung jawabnya sebagai polisi, menuntut ia untuk melakukan penyelidikan secara saksama. Namun, penyakit kanker pankreas yang ia derita membuat sejumlah pihak mengasihani dan memafhumi ketidakoptimalan atas penyelidikan yang dilakukannya. Situasi inilah yang kemudian meningkatkan konfrontasi ke tahap krisis. Meski begitu, karakter Kapol Willoughby pulalah yang menjadi kunci terjalinnya rekonsiliasi.
Three Billboards outside Ebbing, Missouri dirilis pada 10 November 2017 dan telah meraih berbagai penghargaan, di antaranya Academy Award untuk Aktris Terbaik (Frances McDorman; pemeran Mildred Hayes); Academy Award untuk Aktor Pendukung Terbaik (Sam Rockwell; pemeran Jason Dixon); dan Penghargan Golden Globe untuk Skenario Film Terbaik (Martin McDonagh). []
***