Kisah Penyalin Ilmu Bertahan di Era Digital: Mengarsipkan Pengarsip
Kategori : Reportase
Penulis : Egha La Tunrung
Editor : Tim Sampan Institute
Kisah Penyalin Ilmu Bertahan di Era Digital: Mengarsipkan Pengarsip

“Film ini bukan tentang saya. Ini bukan pencapaian saya, tetapi saya bangga terlibat di dalamnya,” ungkap Andi Oddang To Sessungriu dalam sesi diskusi film dokumenter Andi Oddang To Sessungriu: Kisah Penyalin Ilmu Bertahan di Era Digital.

Andi Oddang To Sessungriu adalah salah seorang dewan adat dua belas di Kedatuan Luwu. Ia mendapat gelar sebagai Matoa Cenrana. Selain mendapat amanah di Kedatuan Luwu, beliau juga mengabdi sebagai pegawai negeri sipil di Dinas Pendidikan dan Kebudayan Kota Parepare. Dalam film itu, Andi Oddang menjadi tokoh sentral dan kehidupan kesehariannya sebagai palontara menjadi premis utama penceritaan. Palontara adalah orang yang telah mendapat mandat dan memperoleh pengukuhan untuk melanjutkan tradisi menyalin serta menulis kronik, silsilah, peristiwa, dan pengetahuan dalam kebudayaan Bugis. 

Film Kisah Penyalin Ilmu Bertahan di Era Digital ini diinisiasi dan disutradarai oleh Andi Musran. Dalam produksinya ia melibatkan lima belas orang dan bekerja sama dengan komunitas Cella Eja Art, Parepare Indie dan Sampan Institute. Film ini dibuat berkat bantuan pemerintah Fasilitasi Bidang Kebudayaan tahun 2022 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Direktorat Jenderal Kebudayaan kategori Dokumentasi Pengetahuan Maestro. 

Jauh sebelumnya, film ini semula berangkat dari lomba reportase budaya. Lomba itu diselenggarakan  oleh Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2021 dan karya Andi Musran bersama dengan Pian keluar sebagai pemenang ke-3.


Meraih kemenangan menambah kepercayaan diri Andi Musran untuk menggeluti kerja-kerja pengarsipan dalam bidang kebudayaan. Ketika kesempatan pengajuan proposal bantuan dari pemerintah bidang pelestarian budaya terbuka, ia pun langsung memanfaatkan kesempatan itu. 

"Momentumnya dapat. Saya punya transkrip wawancara dengan Andi Oddang. Itulah yang saya oleh menjadi proposal," kata Andi Musran. 

Dinyatakan lulus sebagai penerima bantuan, Andi Musran tetap mengajak Pian dalam proses pembuatan film dokumenternya. Tugas Pian sama ketika mengikuti lomba: mengambil video dan menjahit adegan demi adegan sesuai skenario. 

Pian mengenal dunia fotografi dan videografi sejak SMA. Pengetahuan dan pengalamannya tumbuh seiring dengan pergaulannya di komunitas. "Di komunitas, selain mengasah keterampilan teknis, saya juga belajar manajemen. Mengatur folder, misalnya," kata Pian. 

Durasi keseluruhan video mentah yang telah dikumpulkan dan dipilah untuk kepentingan film Kisah Penyalin Ilmu ini berjumlah empat jam. Pian membutuhkan sekitar dua bulan lamanya untuk meramping dan menyuntingnya. Itu pun di luar pewarnaan. 

Ada banyak kendala teknis yang tak terduga selama Pian dan rekannya mengerjakan film ini. Salah satunya ketika kamera yang biasanya mereka gunakan untuk merekam gambar tiba-tiba tidak mampu menangkap audio. ”Sementara take film, berapa kamera itu tidak ada audio, hilang audio dari kamera. Jadi, kita kasih singkron audio dari BOM (Bill of Material).”

Film tersebut menjadi karya pertama Pian dengan durasi panjang. Ia merasa sangat puas setelah melihat hasil editannya ditayangkan. Ia berharap agar pesan dalam film dapat diterima oleh penonton yang menyaksikan. Baginya film ini menjadi langkah awal yang baik untuk film dokumenter selanjutnya. 


Pemutaran perdana film Andi Oddang To Sessungriu: Kisah Penyalin Ilmu Bertahan di Era Digital dihelat pada Senin, 19 Juni 2023 di Auditorium IAIN Parepare lalu. Sekurang-kurangnya terdapat 500 orang yang menghadiri kegiatan itu. Beragam pujian disampaikan oleh penonton untuk Andi Musran dan rekan-rekannya atas karya mereka itu. 

Andi Musran berharap agar film yang disutradarainya menjadi pemantik dan akses bagi orang-orang, khususnya pemuda untuk menelusuri kebudayaan bugis lebih jauh. “Saya berharap lewat film ini menjadi pintu atau pemantik teman-teman semua untuk menjelajahi lebih jauh soal kebudayaan masyarakat bugis,” ucap Andi Musran.

Film dokumenter ini mengajarkan betapa pentingnya menjaga nilai budaya, nilai yang diwariskan secara turun temurun. Andi Oddang sebagai palontara memperlihatkan bagaimana tingginya adab kepada guru dan semangat akan ilmu pengetahuan. Palontara menyalin dan menulis bukan untuk dirinya tapi untuk generasi yang akan datang. Ia tidak berharap tulisannya akan dibaca oleh banyak orang, tetapi ia yakin suatu saat akan ada yang membacanya. []  


Egha La Tunrung, mahasiswa program studi Komunikasi Penyiaran Islam di IAIN Parepare.